Kamis, 20 Mei 2010

Menulis Puisi

Menulis Puisi
oleh Leta Semadeni

Setiap kata
yang tak terpilih
memekik

Setiap kata
yang dibuang
memekik

Setiap kata
yang dipertahankan
memanggil-manggil

kata-kata yang tak terpilih
kata-kata yang dibuang

Dan semua kata
sama
bobotnya

Di Atas Salju

Di Atas Salju
oleh Leta Semadeni

Seekor gagak
meloncat-loncat
nahan gigil

Salju
mengepak-ngepak
sayapnya

Rubah Betina Kota

Rubah Betina Kota
oleh Leta Semadeni

Setiap malam
rubah betina itu
memakan sisa hari
mencuci mangkuk
menggaruk-garuk tubuhnya
di sisi hampa tidurku

Solitude

Solitude
oleh Leta Semadeni

Malaikat itu
mengupas
sebuah apel
ingin dia punya
sebilah pisau
untuk menyayat
kesendiriannya

Rabu, 19 Mei 2010

Harum Lembut Melatiku

Harum Lembut Melatiku
oleh Fahmida Riaz

Harum lembut melatiku
tertiup udara
bermain-main di jemari angin
mencari tubuhmu

Harum lembut melatiku
menawanku seperti kalung
meraihku
menggelayuti leherku

Ia sembunyi di kabut malam
menyihir gelap yang dingin
sentuh daun-daun
mencari tubuhmu

Mazmur-mazmur (Kutipan - Awal)

Mazmur-mazmur (Kutipan - Awal)
oleh SAID

tuhan
kau bisa sembah segalanya
di sisiku
sebab telah kulepas
klaim keunikan
agar aku tak terpaku
pada cahayaku sendiri
dan aku mohon padamu o, tuhan
beritahu aku seluruh namamu
juga yang terakhir
yang tersembunyi

tuhan
bagilah dirimu
untuk yang murtad ini, aku
untuk kedua tanganku yang tak bertanduk
untuk kesetiaanku yang pilihan
yang mengkhianati segalanya
bahkan mimpi dan doa

tuhan
marilah kita kembali bicara
setelah bungkam lama yang dipaksakan
setelah kau ubah makhluk-makhlukmu
di auschwitz
di hiroshima
di halabtsche
di srebrenica
berlututkah kau kini di hadapan para korban?
juga di hadapan para pelakunya?
dan apa kau kira
kami masih bisa bertahan untuk meraih
cinta yang lebih radikal
tanpa firmanmu?

lihatlah o, tuhan
tak kupanjatkan puji untukmu
kucari engkau
dengan anggota-anggota tubuhku
yang kuberi makan hanya untukmu
sebab ingin kunanti kata-katamu
hingga cinta kembali ditemukan
dan kembali kami raih keliaran kami

[sang serigala]

[sang serigala]
oleh SAID

sang serigala
bawakan bahasa lewat kedua matamu
dan lanskap-lanskapnya
dirampok oleh kecupan-kecupanku
tubuhmu
dari setia murtad jadi cahaya
penerang musim gugur yang mampir

[rumah-rumah]

[rumah-rumah]
oleh SAID

rumah-rumah itu
membisu diam
semua jalan
bahasa tanpa pulang
sebab setiap pelarian
dimulai dengan tipuan

[Bersih-bersih,]

[Bersih-bersih,]
oleh Elisa Biagini

Bersih-bersih,
biar lestari
hari ini,
kurang
atmosfir
bagai di bulan,
di mana tak pernah
sesuatu jatuh:
dirimu adalah
sorga tanpa
angin, tanpa
lipatan,
celah.

[kuhirup kamu]

[kuhirup kamu]
oleh Elisa Biagini

kuhirup kamu
lalu kuteteskan
satu puisi,
nodai kemejaku
dengan huruf-huruf
hidupku

[jika aku akhirnya]

[jika aku akhirnya]
oleh Elisa Biagini

jika akhirnya
kutulis

namamu, itu

nanti, nanti

di atas kursi
dan ketika api

membacanya, itu akan

sebentar saja, dengan
suara teramat serak

Lagu Nasional

Lagu Nasional
oleh Girgis Shoukry

Kami pisau
Bilahnya memekik
Gagangnya mati.

Kami tahu kami menyembelih dan mengoyak-oyak
Cinta sang penjagal tak bisa tipu kami
Kami tersenyum kepada sembelihan kami
sementara ia menahan sakit
Maka janganlah membenci kami
Kami pisau yang tak percaya pada cinta
Kami tercipta memang seperti itu, tanpa hati.

Taruhlah perasaan kami di ujung pisau yang lancip
Si pandai besi yang menciptakannya telah mewasiati kami
agar menyembelih dengan bengis
biar kami tidak mati.

Maka janganlah membenci kami
kalau kami menyembelih kalian
Kami tidak mengenal nyeri
Juga janganlah menangis
Kami hanya menyembelih
Kami angkat kini mata pisau ini
tinggi-tinggi, tanpa takut.

Kematian

Kematian
oleh Girgis Shoukry

Rumahku besar,
dan lebih luas daripada cintaku
Banyak hari aku pergi pulang
dari dan ke sana
Kuajak bercakap kamar-kamarnya
tentang hal ini.

Setiap kali kutengok satu dinding,
dinding-dinding lain jadi sakit
dan setiap kali aku tidur di satu kamar,
kudengar kamar-kamar lain mengerang.

Kala kuputuskan untuk pindah,
rumah itu menangis
dan menjelma peti mati indah
dan menyuruhku tidur di dalamnya
dengan damai.

Katakanlah Itu Dengan Bunga Lili

Katakanlah Itu Dengan Bunga Lili
oleh Maurice Chappaz

Kehidupan anugerahi aku kecupan Yudas:
Di satu sisi adalah sebentarnya
satu minuman pahit,
di sisi lain adalah indahnya
ia tampak lebih indah daripada roti
meski hanya teraih lewat pengkhianatan.

Senin, 17 Mei 2010

Bahasa

Bahasa
oleh Johannes Bobrowski

Pohon
lebih besar daripada malam
bersama napas danau-danau di lembah
bersama bisikan di atas
keheningan

Batu-batu
di bawah sungai
kilau nadi
selam dalam debu
untuk selama-lamanya

Bahasa
lesu
bersama mulut yang lelah
di jalan tak berujung
di rumah sebelah

Awal Al-Kitab

Awal Al-Kitab
oleh Olga Sedakova

1. Hujan

Persembahan untuk Paus Johannes Paul

"Orang bilang, Tuhan tak ada,
tapi hujan turun, ya!"
ujar si tua dari desa kami,
bu Varja.

Mereka yang bilang Tuhan tak ada,
kini nyalakan lilin,
ucapkan doa-doa,
berlindung dari mereka yang kufur.

Bu Varja kini terbaring di kuburan,
tapi hujan turun,
deras, lebat, nyata,
hujan turun, hujan turun,
tapi tak mengetuk hati seorang pun.

Persembahan

Persembahan
oleh Olga Sedakova

'Jangan lupakan, kataku, jangan lupakan,
jangan lupakan, kataku sambil menangis:
semua tinggalkan kita, semuanya berubah
pun asa membunuh.

Laut tak bermuara di sungai;
sungai tak kembali ke mata air;
tiada manusia bisa lepas dari waktu -

Tapi cintaku padamu buat
semua itu seolah pernah terjadi
hingga detik ini.'

Minggu, 16 Mei 2010

Suatu Hari Aku Kenal Halaman Ini

SUATU HARI AKU KENAL HALAMAN INI
oleh Amina Said

takkan ada lagi terjemah keheningan
dalam bahasa manusia

kata-kata itu sendiri
akan berhenti mengetuk pintuku

waktu akan melihatku mati
mungkin jauh dari lautan, dalam pelukan cakrawala

bintang yang memancarkan untukku cahaya
perlahan menghilang

dan malam akan menutupiku dengan damai
menjadi kematian telur yang gelap

kemudian fajar awal masa kanakku
akan mengenangku

pohon purba yang melihatku berangkat
dan semua burung yang melintasi angkasa

saat bayangku nanti
disentuh cahaya

aku kenal dia yang adalah diriku
tentu berganda

hanya bayang daging
yang bisa jalani hidup ini

Pecinta Hujan Dalam Sebuah Bak Tinta

PECINTA HUJAN DALAM SEBUAH BAK TINTA
oleh Ghada Saman

surat ini masih akan membawaku padamu, kasihku
tak ada yang benar-benar berubah
bila kelak aku mati
selisiki dengan teliti
goresanku di atas kertas-kertas ini
selamilah kedalaman kata-kataku
ketika itu kau akan melihatku di baris-barisnya
aku terbang dengan tenang seperti burung hantu melayang
aku akan datang padamu
seperti jin dari damaskus yang biasa diceritakkan nenekku
ketika seorang perempuan mabuk cinta membakar sehelai
rambutnya, akan diberikannya helai itu untuk kekasihnya
bila kelak aku mati
jika kausobek halaman ini bersama amarah
kau akan mendengarku mengerang...
jika kaucurahkan cinta kedua matamu di atasnya
di mana pun kau berada
matahari akan muncul di atas kuburanku di Beirut!

Pecinta Tulisan Biru Di Atas Lautan

PECINTA TULISAN BIRU DI ATAS LAUTAN
oleh Ghada Saman

tak benar bahwa jalan paling singkat
antara dua titik adalah garis lurus!
itulah yang aku pelajari kala aku bersamamu!
dialog? ia jalan paling jauh antara hati dan bibir
antara gelombang suaraku dan gelombang diammu
hanya intuisi yang membawaku menujumu...
ia memanggil-manggil pada suatu malam, tanpa suara
hingga lilin-lilin padam
hingga kita redam
dan kopi kita tertabur racun perpisahan...
pernah aku berikan hatiku padamu
telanjang bagai kertas putih
di atasnya kutulis plot pembunuhanku...
dan surat kematianku!
kau tak memaafkan aku, kau biarkan aku mati
lalu pergi bersama sekawanan burung ke arah lautan...

* * *

siapa yang akan menuntunku menuju sebuah kota
yang tak akrab dengan dentum bom?
siapa yang akan menuntunku ke ladang-ladang
yang tak akrab dengan penguburan rahasia seorang laki-laki
yang disiksa sampai mati?
siapa yang akan menuntunku menuju pepohonan
yang tak pernah mendengar seorang perempuan melolong
untuk kekasihnya yang diculik orang di siang bolong?
siapa yang akan menuntunku menuju angkasa
yang birunya tak akrab dengan kelaliman atau penindasan
atau sebuah pemikiran yang dirampok?
aku lelah oleh cintamu, waktumu
laki-laki sepertimu bersaing dalam kekerasan...
cinta mereka tulisan biru di atas lautan...
siapa berkata: cinta laki-laki tak seperti air menembus saringan?

Puisi Panjang

PUISI PANJANG
oleh Yusuf al-Khal

1
tak kutemukan pemimpin di antara begitu banyak orang.
angsa itu tersiksa di atas danau. tiada elang melayang di angkasa.
wajah air terlihat tenang dan tepian lebih dekat daripada hidung
manusia. udara terasa berat. sinar mentari membakar terik.
keledai berbicara tanpa keajaiban. orang buta mampu melihat
tanpa keajaiban. dan orang mati bangkit tanpa keajaiban.
keajaiban tak lain adalah mesin, tapi sorga tetap jadi misteri.

aku berbicara dalam hening. perempuan di sisiku adalah sesobek
gaun. aku akan minum dari sebuah gelas kosong. aku akan
tersenyum dengan mulutku yang tak berbibir. akan kupanen
ladang yang benihnya kutabur dalam kegelapan.

aku adalah malam
yang ditunggu-tunggu para perampok.

2
akan kutanam sebuah botol di atas aspal dan memungutnya
untuk seorang perempuan. sepercik, sepercik saja kehangatan.
tubuhku sedingin kutukan. telah kukunyah qat selama seribu
tahun. telah kukendarai seekor kuda yang telah mati selama
seribu tahun. aku telah hidup selama seribu tahun tanpa wajah.
selubungku adalah batu nisan.

kini aku lelaki yang sudah mulai botak dengan uang palsu –
seorang turis tanpa identitas.

angin meniup seruling, prosesi kematianku.

3
di tepi Lebanon aku berdiri dan teriak: berapa lama aku mesti
pergi dalam keadaan sekarat tanpa pernah mati? berapa lama
aku mesti menanti dia, lelaki yang pernah berkata: "aku akan
kembali"? berapa lama aku mesti menanti air pasang naik, dan
meratap di tepi jurang kala air laut surut?

aku ingin mati: tanam aku, o angin
aku ingin kekasihku kembali: kasihani aku, o gelombang ombak.

semak-semak liar sembahyang tanpa dupa, tiada salib di biara.
tiada lukisan tergantung di dinding. pintu-pintu terbuka
tanpa ada seorang pun masuk.

tolong aku
o, engkau yang tiada.

serigala sedang makan sementara aku kelaparan. dinding itu
melompat saat aku duduk. bebatuan adalah setumpuk api dan
birahi. aku adalah es kotak dalam gelas jiwa-jiwa.

katakan, wahai keberangkatan. anakmu sedang tertawa di atas
rerumputan. suamimu sedang berlaga menantang angin. dan
waktu duduk-duduk seperti seseorang yang pincang di bawah
matahari musim gugur.

aku seorang lelaki yang sudah mati. jadi, apa lagi yang mesti
kutakutkan? aku kekal. kenapa aku mesti menjadi seorang
"yesman"?

bunuhlah aku, dengan begitu aku akan hidup.

4
ludahi wajahku, o tuan.
mahkotamu mulut tak bergigi.

5
siapakah laki-laki yang berlari di atas pasir
sambil meringkuk di tepi buku-buku –
sopir buta itu?

6
aku tatap angkasa hingga dahiku sentuh kegelapan
kekasih telah pergi dan tiada kembali
aku telah menanti sejak musim semi yang lalu
sambil terus menangis.

awan tak lagi berarak. air laut pasang, namun kosong, juga
kosong dari pasir. air laut surut seperti sebelah tangan orang
kikir. dan jala-jala adalah pohon-pohon korma terpaku di wajah
angin.

madu dan colocynth betah bersarang di mulutku.

7
pukul aku. aku si babylonia yang taman-tamannya rusak oleh
bising jalan. pukul aku, jangan ragu. di lantai atas kau telah
mengecupku dua kali. kausimpan beberapa koin perak di
kantongmu. pukul aku, aku tak mau duduk-duduk di atas batu.
leherku tak berakar, tubuhku bilah tongkat yang telah patah.

8
berhentilah menari di atas kuburanku. aku belum mati.
sejak fajar datang, aku telah melihat sekeliling, tapi tiada
kulihat pemimpin di antara begitu banyak orang.

prajurit-prajurit raja adalah tikus-tikus yang senjata-
senjatanya kaki-kaki yang terjelembab di singgasana kekotoran.

aku rimba yang sepi, bilang seorang pengecut;
sebuah tikungan di lurus jalan, bilang sebuah kursi patah.

kata-kataku sedingin batu, sehitam kereta jenazah.

9
buah jatuh, penistaan.
tanah buatan, perusakan.

kita hitung jari kita di hadapan orang buta
di hadapan penguasa kita sebungkam permadani.

angkat topi kalian, kalian dipecat!

trinitas yang pernah begitu menakutkan di mata kalian kini
telah menjadi sesuatu yang rotinya adalah batu, yang tar wine-
nya untuk orang kudisan.

10
kepada abduna'il kuceritakan kisahku.
untuk budak-budak dan gundik-gundik kunyanyikan larik-larik
senandungku.

hari-hari terakhir tak kutemu di ambang pintu.
jam-jamnya ngilu di ujung jemari.

kekalahan adalah bendera yang dipasang tinggi-tinggi
derita kelahiran adalah samudera kobaran api.

Tuhan, berilah kami tanda!

Janji Badai

JANJI BADAI
oleh Mahmud Darwish

maka biarlah,
karena kematian mesti kutampik
biar kusundut air mata dari nyanyian-nyanyian berdarah
biar kugunduli pohon-pohon zaitun
dari semua ranting palsu
jika aku menyanyi dengan riang
di atas bulu mata-mata yang ketakutan,
itu karena badai telah menjanjikanku
anggur, roti-roti panggang baru, dan pelangi
karena badai akan hanyutkan senandung burung-burung tolol
dan reranting palsu dari batang pohon yang angkuh.

maka biarlah,
karena aku bangga padamu,
o, kota yang terluka
o, kilas cahaya di malam-malam air mata
jalan-jalan mengerut di wajah kita
kaulindungi aku dari bayang pandang dengki.

aku akan terus menyanyi dengan riang
di atas bulu mata-mata yang ketakutan
karena badai telah bertiup di tanah airku
dan menjanjikanku anggur dan pelangi.

Tahanlah Kantukmu

TAHANLAH KANTUKMU
oleh Mahmud Darwish

bagai cermin retak, bulan jatuh
kala itu bayangan tubuh kita
terlihat lebih besar daripada sesungguhnya
dan legenda-legenda pun tamat
tahanlah kantukmu, sayangku
luka kita akan menjelma emas
akan menjelma api di atas bulan.

di atas jendela
matahari bersinar terang
dipeluknya aku bagai kupu-kupu
di untai kalung bunga delima.

bibir-bibir menyapaku, tanpa kata
tahanlah kantukmu, sayangku
di atas jendela hari sudah terang.

mawar-mawar meruap dari tanganku
tak tercium harum
tahanlah kantukmu, sayangku
burung-burung sedang bunuh diri
bulu-bulu mataku adalah telinga-telinga jagung
yang mereguk malam dan takdir
suara manismu adalah kecupan
dan rentang sayap di atas senar.

di atas batu pengasingan,
pucuk ranting zaitun meratap
ia terus mencari
akar-akar, hujan, dan matahari
tahanlah kantukmu, sayangku
burung-burung sedang bunuh diri.

bagai cermin retak, bulan jatuh
kala itu sipu kita direguk bayang
kala itu kita sembunyikan pelarian
kala bulan jatuh,
pun cinta menjadi epik
tahanlah kantukmu, sayangku
luka kita akan menjelma emas
dan tangan kita yang menggapai-gapai di kegelapan
adalah burung bul-bul yang sedang memetik senar.

Sabtu, 15 Mei 2010

Kepada Matahari

KEPADA MATAHARI
oleh Ingeborg Bachmann

lebih indah dari bulat bulan purnama dan syahdu cahaya
lebih indah dari kerlip bintang
rengkuh tenang malam
jauh lebih indah dari luncur sinar komet
dan tak sebanding indah satu rasi lain
sebab hidupmu dan hidupku tak pernah lepas darinya
dialah matahari
betapa indah dia terbit
kekalkan karyanya
dan berakhir paling indah di musim panas
kala hari menguap di pantai
tak lagi kuat cerminkan layar
pasti pandangnya tikam matamu
hingga kau lelah, dan pasrah.

tanpa matahari
seni juga hanya akan kembali bercadar
kau takkan lagi terlihat olehku
juga laut dan pasir
tercambuk bayang
selinap di balik kelopak mata.

indah sinarnya bikin kita tetap hangat
dipelihara dan dirawatnya kita dengan telaten
hingga kembali aku bisa melihat
dan ya, kembali bisa melihat dirimu!

tak ada yang lebih indah di bawah matahari
kecuali berada di bawah matahari...

tak ada yang lebih indah dari melihat debu dalam air
dan burung di angkasa yang tak henti terbang tinggi
sementara di bawahnya ikan berkawan-kawan
berwarna-warni dalam berbagai bentuk
muncul ke dunia
bersama kiriman cahaya matahari
tak ada yang lebih indah dari melihat sekeliling
petak-petak ladang
sudut-sudut negeriku
pakaianmu lonceng dan biru!

biru yang indah
di mana burung-burung merak terbungkuk berjalan
biru kejauhan
ruang-ruang bahagia dan cuaca
untuk perasaanku
kebetulan yang biru di cakrawala!
terpesonalah mataku, melebar lagi
berkedip, terpanggang luka
indahnya matahari layak dikagumi debu
karenanya tak akan aku
karena bulan dan bintang-bintang
tak akan
karena malam dan komet-komet bertabrakan
mencari seorang gila dalam diriku
melainkan karenamu
segera, tak akan berakhir
hingga hilang kedua mata ini
tak terelakkan.

Enigma

ENIGMA
oleh Ingeborg Bachmann

Untuk Hans Werner Henze dari masa Ariosi

Kan, tak satu pun kembali hadir.

Tak akan hadir lagi musim semi.
Terbuka, ramal kalender seribu tahun.

Juga musim panas, dan seterusnya,
sebagus apa pun namanya,
seperti "bagai musim panas" –
kan, tak satu pun kembali hadir.

Tak mesti ada tangis,
bisik musik itu.

Atau
tiada yang
berkata
sepatah pun.

Gugurlah, Hati

GUGURLAH, HATI
oleh Ingeborg Bachmann

Hati, gugurlah dari pohon waktu,
berguguran, dedahannya, dari demam reranting,
yang dahulu memeluk matahari,
gugur dan luruh, seperti air mata jatuh dari mata yang melebar!

Sepanjang hari, helai ikal itu terbang dihela angin
demi hijaunya dahi negeri Tuhan,
di balik baju, mendera pukulan
di luka-luka yang menganga.

Maka tegaklah, kala punggung lembut awan
masih mau membungkuk padamu,
terimalah bukan demi apa pun, kala Hymettos
masih mau kerubuti sarang madumu.

Sebab di negeri manusia, tangkai sedikitlah artinya di musim kemarau,
matahari, apa artinya dibanding besarnya kemaluan mereka.

Dan kesaksian yang telah diberikan hatimu?
Berayun ia antara hari esok dan kemarin,
sunyi dan asing,
dan apa yang ia hantam,
luruh berguguran dari waktu.

Gelap Kukatakan

GELAP KUKATAKAN
oleh Ingeborg Bachmann

Seperti Orpheus, kudentingkan kematian
di atas senar kehidupan,
dan di keindahan bumi,
di kedua matamu yang menata langit,
hanya gelap bisa kukatakan.

Ingat, bahwa juga kau, tiba-tiba,
di suatu pagi, kala kemahmu masih basah oleh embun
dan anyelir masih lelap di hatimu,
kau pandangi sungai yang gelap itu,
melewatimu.

Senar kebungkaman
mengetat di gelombang darah,
kuraih hatimu yang berkata-kata.
Ikalmu menjelma bayang rambut malam,
wajahmu mengiris seserpih hitam kegelapan.

Dan aku bukanlah milikmu.
Kini, berdua kita meratap pilu.

Tapi seperti Orpheus, aku tahu
di sisi kematian ada kehidupan,
dan matamu yang selalu terpejam
sampaikan padaku rahasia itu.

Cakap Usai Sudah

CAKAP USAI SUDAH
oleh Michael Lentz

cakap usai sudah
suara kita bawa mati
ruang kembali mengada
di luar di bawah nol bertahta sepi
hawa terseret ke lain tempat
kau sengap pula.

Cinta

CINTA
oleh Michael Lentz

cinta tak kenal kemajuan
kesalahan selalu kita ulang
jam mati kita hidup-
matikan.

o, malaikat aku tahu
tak kusenandungkan pujapuji
pengalaman tak pernah buatku padam

pisah itu mudah
sekotak peti dari kayu yang
orang turunkan kala panas menghanguskan

pingsan
kau tumbang
kau bangkit:

cinta itu
bisu, melingkar-lingkar
geletak berantak
dan selalu kau kembali dalam posisi itu

"temukanmu ah kupelajari kau
cinta" – cinta berlalu
kau pun mengempiknya – kau
sebutan tanpa alamat

kepada siapa pun kaukirimkan
kepada siapa pun kaulalukan

tetaplah di sini
di risau
galau yang sirap

Jadi

jadi
oleh Michael Lentz

jadi kapan kita berjumpa lagi
usulmu: sesudah mati
hebat
tapi siapa tahu
nanti sampai jumpa memegat kita
hingga kembali
kita "dipercundang dalam bahasa..."
setidaknya itu terlintas di benakku kala kita berpisah
saat masih kugumamkan sesuatu yang indah
sebelum bis itu membawamu
dan tinggali aku
nirmala yang terempas

Aku Mu

aku mu
oleh Michael Lentz

aku teks yang kau catat
lalu kau lafalkan aku
lalu kau ubah aku

kau ruahi aku
rewang aku
tampik aku

aku seperti yang kau madahkan

kau sigi aku
lalu semak aku
lalu langkahi aku

sempat lalu muncul entah

yang menjamak
aku kafilah
di bawah pandangmu
lalu buyar

aku debu dan markah
tapi kau serdakkan aku

aku pegahmu
tulisan yang lahir
tapi enggan kau baca lagi

Lalu Apa Yang Mesti Kukatakan?

lalu apa yang mesti kukatakan?
oleh Michael Lentz

satu kalimat dengan masa depan?
satu kalimat paling tidak
yang berada beberapa tahun di depan
dan kau hidup
dan kau hidup
dan kau hidup di depanmu
kau amati dirimu
dan kalimat itu turut mengamatimu

Episentrum

EPISENTRUM
oleh Jelena Saslawskaja

Hidup tak berarti
Pandangmu yang jernih
menyebat lewat teleskop.
Kau adalah episentrum
kematian.

***

Andai aku seorang kamikaze,
perempuan kecil yang bisa terbang,
kulit kuning, mata sipit,
dan sama-sama kita sentuh
sayap-sayap kesendirian,
maka akan kita rasakan:
yang satu melihat
yang lain dalam mimpi,
kini dan selamanya.

***

Pikirmu, aku tak ada,
kau susuri jalan-jalan,
lampu merah kau abai,
hanya kecupan orang lain
dengan sabar kau tunggu,
tanpa peduli,
namun di atas bantal,
helai rambutku tergerai,
seperti jejak kupang
dalam kapur
berumur
jutaan tahun

***

Kembang aprikot,
sinar mentari jatuh
di atas segenggam pasir,
sekawanan lebah
kerubuti kembang.
Lebah-lebah itu bersarang
dalam tubuhku.
Tubuhku madu.
Tubuhku ditenun
dari mereka yang merasuk
ke dalam diriku.

***

Dipilihnya satu tujuan,
alit, memusat.
Kini dan selamanya
episentrum kehidupan!

Aku Hidup Untuk Apa Yang Kutahu Kuserahkan Diriku Kepada Apa Yang Kupercayai

Aku Hidup Untuk Apa Yang Kutahu
Kuserahkan Diriku Kepada Apa Yang Kupercayai
oleh Torgeir Rebolledo Pedersen

Aku hidup untuk apa yang kutahu
dan untuk semua yang bisa kutahu
Di mana aku akan mencinta
Siapa yang akan kucinta
Dan apa yang akan kucinta
Akankah dunia bangkit sebelum ia tenggelam?
Dan apakah kemudian ia masih akan bangkit lagi?
Apakah salju turun untuk anak-anak
Apakah ia menyerpih untuk tulang-tulang yang rapuh
Aku hidup untuk apa yang kutahu
Kuserahkan diriku kepada apa yang kupercayai
Selama ia menyerpih untuk tulang-tulang yang rapuh
Selama salju turun untuk anak-anak

Suatu Upaya

Suatu Upaya
oleh Erich Fried

Aku sudah berupaya
untuk berupaya
sementara aku mesti
kerja
mikirin pekerjaanku
dan bukan mikirin kamu
betapa aku bahagia
nyatanya itu adalah
upaya sia-sia

Untuk Gergaji Saraf

Untuk Gergaji Saraf
oleh Erich Fried

Dengan semua masalahmu
kudengar
kau
gergaji saraf
Aku suka runcing
dan bilah tajam
dari setiap gerigi
dari gergaji itu
dan kilap
lembar gergajinya
juga gagangnya
yang bulat

Tapi Selama Aku Bernapas

Tapi Selama Aku Bernapas
oleh Erich Fried

Juga apa yang
terkepal
mesti siap
kuikhlaskan
dan mestilah aku tahu
jikalau kucinta
itu sungguhlah
cinta padamu
dan bukan sekadar
cinta pada cinta padamu
bahwa aku tak sungguh
inginkan sesuatu
yang tak sungguh-sungguh
tetapi
selama aku bernapas
aku ingin
ketika aku menahan
napasku
kurasakan napasmu
dalam diriku

Misalnya

Misalnya
oleh Erich Fried

Beberapa
bisa menggelikan
misalnya
mengecup
teleponku
ketika kudengar
suaramu
di dalamnya
Lebih menggelikan lagi
dan lebih menyedihkan
jika tidak
kukecup
teleponku
ketika aku tak
bisa mengecupmu

Cuma Bukan

Cuma Bukan
oleh Erich Fried

Hidup ini
mungkin
lebih mudah
bila aku tak
pernah ketemu kamu

Tak terlalu sedih
setiap kali
kita mesti berpisah
tak terlalu cemas
hadapi perpisahan esok
atau lusa

Juga tak terlalu berat
oleh rindu yang memperdaya
ketika kamu tak ada
rindu yang hanya ingin
sesuatu yang tak mungkin
seketika
saat ini pula
rindu yang
sebab tak bisa
buatku takut
dan sesak napas

Hidup ini
mungkin
lebih mudah
bila aku tak
pernah ketemu kamu
Cuma itu bukan
hidupku

Kebenaran

Kebenaran
oleh Andrij Ljubka

untuk Jaryna Kosarenko

Puisi adalah upaya bunuh diri yang gagal,
Hujan dimulai dari awan, kematian dimulai dari
Musim gugur, kau dimulai dariku,
Melacak jam seperti menyigi rumput,
Kan kuingat dansamu dalam gelap,
Letih dan tanpa musik, kan kuingat musim gugur ini,
Buluh nadi, jerat, seperti bilah pisau lidahmu di leherku.

Urus anjing liar, baca keras-keras
Koran-koran bekas, menyikat rambut, buka Injil
Sekenanya, lama membaca, lama dan keras membaca,
Aku serasa melayang di atas bumi di takwim nol, serasa pernah
Kuperdaya Rasul, serasa mereka pernah
Menyalibku.

Bercakap-cakap bersama para penyair, segala seniman-perupa-
Pemain teater, ikuti peristiwa-peristiwa politik,
Serasa televisi jendela raksasa dalam ruangan.
Entah kenapa paling suka aku dipotret di depan lanskap
Tak terurus, di musim gugur contohnya, aku kesal
Kita tak bisa memotret satu pun bebauan,
Benda-benda di luar ukuran gambar.
Karena itulah aku mesti menggambarkannya, memendekkan
Urut kata yang panjang agar sesuai dengan halaman standar,
Aku mesti banyak minum, agar bisa menulis,
Pokoknya banyak minum, pokoknya banyak menulis.

Kan kuingat dansamu dalam gelap, sebab
Hujan dimulai dari awan, kematian
Dimulai dari musim gugur, kamu dimulai dariku.

Kutemukan kau dalam ingatanku seperti dalam klise
Foto, paling sering aku lihat kau saat aku berada
Dalam gelap (kala tidur misalnya), paling sering aku lihat
Kau berdansa dalam gelap: tanpa
Musik, letih, namun bahagia.

Cintakah kau padaku? bertanya Yesus padaku
Dan Van Gogh copot sebelah telinganya.

Untuk merubah hidupku, beralih lagi aku ke dalam Islam
Atau masuk ke dalam satu partai komunis,
Kupersembahkan diriku kepada candu-candu primitif,
Tinggalkan hampir sepenuhnya narkotik,
Berpantang seks, bayangkan
dansamu dalam gelap. Sepenuh hati
Kupersiapkan hidangan, kumpulkan daun-daun,
Biji ek, memendamnya di sisi pohon-pohon muda, hujan
Dimulai dari awan, kematian dimulai dari musim gugur,
Kau dimulai dariku.

Angin Di Kulit

Angin Di Kulit
oleh Montserrat Abello

Angin di kulit,
di rambut,
di mulut dan lubang hidung.
Mata terbuka penuh angin.
Angin di atas rumah-rumah,
jendela-jendela, pintu-pintu,
menyelusup melalui gerendel;
melalui pegangan balkon
dan celah-celah.
Juga melalui gang-gang sempit.
Angin, hembusi
jalan-jalan kota
dan mengacak-acak rambutmu
dan rambutku.
Angin, lesapi kepala kita
hingga ke sumsum.
Berjalan aku dan kau
berdua menantang angin.

Mimpi dari Waktu Yang Hilang

Mimpi dari Waktu Yang Hilang
oleh Montserrat Abello

Mimpi dari waktu yang hilang
meruah bagai gegana,
kala hari penuh
oleh matahari.
Tak pernah kan kutempuh lagi
jalan yang mengundangku untuk menguntitnya.
Berlabuh di sini,
pintu yang tawarkan asilum, tak lagi
aku bisa berhenti menjadi diri apa adanya.
Dan aku tak tahu lagi, akankah aku
lari darinya atau pasrah
menjadi sanderanya.

Irama Itu Pilih Aku

Irama Itu Pilih Aku
oleh Mahmud Darwish

Irama itu pilih aku, gelenyar di dalam diriku
Aku nada biola, bukan penggeseknya
Kenangan dan aku, bersemuka
Dalam diriku, berkata-kata gema benda-benda
maka aku berkata...
Setiap kali kusimak batu,terdengar olehku rintih
seekor merpati putih kepadaku:
Saudaraku! Aku saudari kecilmu
Untuknya lalu kutuang air mata kata-kata
Dan setiap kali kulihat ranting paternoster
di jalan menuju awan
kudengar hati seorang ibu
berdetak dalam diriku:
Aku perempuan yang dipegat
Untuknya lalu kukutuk jengkrik malam
Dan setiap kali kupandangi cermin di bulan
kulihat cinta dalam sosok setan
yang menatapku dan berkata:
Aku selalu ada
Tetapi kau tiada akan kembali seperti kala kutinggalkan kamu
Kau tiada akan kembali, pun aku tiada akan kembali
Irama itu lalu menggenapkan melodinya
dan menggelenyar di dalam diriku...

Sambil Menunggu

Sambil Menunggu
oleh Mahmud Darwish

Sambil menunggu, terlintas di benakku
banyak hal mungkin terjadi: Bisa jadi dia lupa tas tangan
kecilnya di dalam kereta, hingga dia kehilangan alamatku
dan telepon genggamnya, lalu hirap semangatnya
dan berkata: Dia datang memang bukan
untuk hujan yang ringan/
Bisa jadi dia terleka dengan satu urusan mendadak atau perjalanan
ke arah selatan untuk membesuk matahari, dan meneleponku
di pagi harinya namun tak tersambung karena aku sedang keluar
membeli gardenia dan dua botol wine
untuk kencan kami nanti malam/
Bisa jadi dia telah bertengkar dengan mantan suaminya
tentang berbagai kenangan lalu bersumpah: Untuk apa aku temui lagi lelaki bila
hanya untuk tertawan dalam kenangan/
Bisa jadi dalam perjalan kemari dia tertabrak taksi,
hingga bintang-bintang padam di galaksi.
Dan dia masih diberi obat penenang dan diserang kantuk/
Bisa jadi dia masih sempat melihat ke cermin sebelum tak sadarkan diri, dan
merasakan dua lampu pijar besar menggoyang-goyangkan
gaun suteranya, hingga dia merintih seraya berulang-ulang berkata:
Layakkah seseorang selainku menikmati keperempuananku/
Bisa jadi dia kebetulan berjumpa dengan mantan kekasih
yang masih dicintainya, hingga dia makan malam bersamanya/
Bisa jadi dia sudah mati,
sebab maut suka tiba-tiba, seperti aku,
sebab maut, seperti aku, tak suka menunggu.

Surat-surat Cinta Melayang Ke Sana Kemari, Lalu Jatuh

SURAT-SURAT CINTA MELAYANG KE SANA KEMARI, LALU JATUH
oleh Mirela Ivanova

Setiap kata kukecup,
utamanya sayap
kata, utamanya
jiwa kata,
koma-komanya,
titik-titiknya, goyang dan
gairahnya dan
akhirnya
namamu.

Lalu kuhapus dengan tombol delete
setiap kata, sayap kata,
jiwa kata, koma-komanya,
titik-titiknya, goyang dan gairahnya
dan akhirnya namamu.

Setiap yang berputar-putar kuhapus,
terombang-ambingnya dari tidak ke ya,
hilangnya keseimbangan
dan baurnya satu sama lain.
Kota-kota dan kereta-kereta kuhapus
juga pelukan-pelukan di setiap musim panas,
Pesonamu kuhapus, lebat hujan, kamar
dan tubuhmu, timpa cahaya dan galau, telanjang dan putih
di tengah-tengah kamar, berikut tiga perkawinan
dan dua belahan Jerman, kuhapus kamu.
Milikku yang sangat berarti dan mudah pecah dan mahal
seperti perkamen Kristus yang tak tersingkap
artinya, kuhapus kamu dengan herpes
di setiap gigil musim gugur.
Dengan udara berpeluh demam, detak jantung,
rintih, larut, tidur lagi dan lagi.
Dengan aspirin dan tetes obat kuhapus kamu,
dengan teh kamila dan balsem kayu putih,
yang perlahan dan lama kubalur
di tubuhmu yang perlahan dan panjang.
Dengan segala cerlangmu yang naif kuhapus kamu,
dengan kesombongan, dengan lidah yang bergumam,
dengan lengan yang merengkuh lebar-lebar
dan jemari yang lahap.
Kuhapus kamu, yang sedang merenung di depan sup,
yang sedang asyik baca buku, yang tertimpa cahaya dan galau,
yang teramat berarti, yang cantik
dan kukasihi, kuhapus kamu
dan kuhapus pula diriku,
cinta ini kuhapus,
karena tak pantas kita untuknya.

Kala Ingatanku

KALA INGATANKU
oleh Ismail Kadare

Kala ingatanku, yang lelah, lalu
seperti trem lewat tengah malam
hanya berhenti di halte-halte utama:
tak akan aku melupakanmu!

Akan kukenang
malam, sunyi tak berujung, matamu,
isak tertahan di bahuku
seperti salju memadat.

Kini ada pisah itu,
aku pergi, dan jauh.
Sering terjadi, hanya
ini malam jemari
pilin rambutmu,
jemari terpanjang,
berkilo-kilo meter panjangnya,
jemariku.

Kosova

KOSOVA
oleh Ismail Kadare

Seringkali kulintasi langitmu, Kosova,
terbang tembus berat awan, gelegar guruhmu,
hujanmu menyapa, basahi jendela kapalku.
(Juga mereka, bulir hujan di luar itu, tak mampu kuraba.)
Sebuah kilat berkedut, seperti hendak beri isyarat.

Jadi itulah mereka: hujanmu, awanmu, guruhmu.
Tanda-tanda yang lekas, percik-percik pikiran yang memijar,
sementara di bawah, di suatu tempat, punggung bumimu
yang lapang terburu-buru, terlihat muram lalu menghilang
di tebing-tebing awan.

Terus kita tempuh jalan ini. Kau tetap kembali.
Sayap kapal mencabikmu seratus kali.

Harga

HARGA
oleh Nina Mazjasch

Berapa berat cahaya? -
Dari jawabannya
alam tak simpan rahasia:
Beratnya
seberat bunga ceri.

Dan berapa harga cahaya? -
Sedari dulu seluruh dunia
hanya tahu satu harga:
Hidup manusia.

Di Sebuah Negeri Lain

DI SEBUAH NEGERI LAIN
oleh Erich Fried

Siapa tahu bisa
kusalin buah dadamu
lewat bantalku
untuk lidahku
untuk bibirku
dan untuk tanganku
agar mereka bisa
mikirin kamu lebih baik

Siapa tahu bisa
kusalin rahimmu
lewat bantalku
untuk penisku
untuk mulutku
dan untuk seluruh wajahku
agar ia bisa
lebih terselup
dalam rinduku

Tetapi kedua matamu
tak bisa kusalin
lewat apa pun
suaramu pun tak
napasmu tak
aroma tubuhmu tak
dan tak satu pun
dari gerikmu

Dan tanganku
bibirku
gigiku
serta lidahku
juga
penisku -
semua mereka
hanya inginkan
kamu

Dan juga buah dadamu
tak bisa benar-benar kusalin
juga tidak rahimmu
dan ketika aku upayakan itu
aku hanya
menjadi sedih
dan tambah kangen
padamu