Minggu, 16 Mei 2010

Puisi Panjang

PUISI PANJANG
oleh Yusuf al-Khal

1
tak kutemukan pemimpin di antara begitu banyak orang.
angsa itu tersiksa di atas danau. tiada elang melayang di angkasa.
wajah air terlihat tenang dan tepian lebih dekat daripada hidung
manusia. udara terasa berat. sinar mentari membakar terik.
keledai berbicara tanpa keajaiban. orang buta mampu melihat
tanpa keajaiban. dan orang mati bangkit tanpa keajaiban.
keajaiban tak lain adalah mesin, tapi sorga tetap jadi misteri.

aku berbicara dalam hening. perempuan di sisiku adalah sesobek
gaun. aku akan minum dari sebuah gelas kosong. aku akan
tersenyum dengan mulutku yang tak berbibir. akan kupanen
ladang yang benihnya kutabur dalam kegelapan.

aku adalah malam
yang ditunggu-tunggu para perampok.

2
akan kutanam sebuah botol di atas aspal dan memungutnya
untuk seorang perempuan. sepercik, sepercik saja kehangatan.
tubuhku sedingin kutukan. telah kukunyah qat selama seribu
tahun. telah kukendarai seekor kuda yang telah mati selama
seribu tahun. aku telah hidup selama seribu tahun tanpa wajah.
selubungku adalah batu nisan.

kini aku lelaki yang sudah mulai botak dengan uang palsu –
seorang turis tanpa identitas.

angin meniup seruling, prosesi kematianku.

3
di tepi Lebanon aku berdiri dan teriak: berapa lama aku mesti
pergi dalam keadaan sekarat tanpa pernah mati? berapa lama
aku mesti menanti dia, lelaki yang pernah berkata: "aku akan
kembali"? berapa lama aku mesti menanti air pasang naik, dan
meratap di tepi jurang kala air laut surut?

aku ingin mati: tanam aku, o angin
aku ingin kekasihku kembali: kasihani aku, o gelombang ombak.

semak-semak liar sembahyang tanpa dupa, tiada salib di biara.
tiada lukisan tergantung di dinding. pintu-pintu terbuka
tanpa ada seorang pun masuk.

tolong aku
o, engkau yang tiada.

serigala sedang makan sementara aku kelaparan. dinding itu
melompat saat aku duduk. bebatuan adalah setumpuk api dan
birahi. aku adalah es kotak dalam gelas jiwa-jiwa.

katakan, wahai keberangkatan. anakmu sedang tertawa di atas
rerumputan. suamimu sedang berlaga menantang angin. dan
waktu duduk-duduk seperti seseorang yang pincang di bawah
matahari musim gugur.

aku seorang lelaki yang sudah mati. jadi, apa lagi yang mesti
kutakutkan? aku kekal. kenapa aku mesti menjadi seorang
"yesman"?

bunuhlah aku, dengan begitu aku akan hidup.

4
ludahi wajahku, o tuan.
mahkotamu mulut tak bergigi.

5
siapakah laki-laki yang berlari di atas pasir
sambil meringkuk di tepi buku-buku –
sopir buta itu?

6
aku tatap angkasa hingga dahiku sentuh kegelapan
kekasih telah pergi dan tiada kembali
aku telah menanti sejak musim semi yang lalu
sambil terus menangis.

awan tak lagi berarak. air laut pasang, namun kosong, juga
kosong dari pasir. air laut surut seperti sebelah tangan orang
kikir. dan jala-jala adalah pohon-pohon korma terpaku di wajah
angin.

madu dan colocynth betah bersarang di mulutku.

7
pukul aku. aku si babylonia yang taman-tamannya rusak oleh
bising jalan. pukul aku, jangan ragu. di lantai atas kau telah
mengecupku dua kali. kausimpan beberapa koin perak di
kantongmu. pukul aku, aku tak mau duduk-duduk di atas batu.
leherku tak berakar, tubuhku bilah tongkat yang telah patah.

8
berhentilah menari di atas kuburanku. aku belum mati.
sejak fajar datang, aku telah melihat sekeliling, tapi tiada
kulihat pemimpin di antara begitu banyak orang.

prajurit-prajurit raja adalah tikus-tikus yang senjata-
senjatanya kaki-kaki yang terjelembab di singgasana kekotoran.

aku rimba yang sepi, bilang seorang pengecut;
sebuah tikungan di lurus jalan, bilang sebuah kursi patah.

kata-kataku sedingin batu, sehitam kereta jenazah.

9
buah jatuh, penistaan.
tanah buatan, perusakan.

kita hitung jari kita di hadapan orang buta
di hadapan penguasa kita sebungkam permadani.

angkat topi kalian, kalian dipecat!

trinitas yang pernah begitu menakutkan di mata kalian kini
telah menjadi sesuatu yang rotinya adalah batu, yang tar wine-
nya untuk orang kudisan.

10
kepada abduna'il kuceritakan kisahku.
untuk budak-budak dan gundik-gundik kunyanyikan larik-larik
senandungku.

hari-hari terakhir tak kutemu di ambang pintu.
jam-jamnya ngilu di ujung jemari.

kekalahan adalah bendera yang dipasang tinggi-tinggi
derita kelahiran adalah samudera kobaran api.

Tuhan, berilah kami tanda!

Tidak ada komentar:

Posting Komentar